Kupang - Oknum penyidik dari Satreskrim Polsek Fatuleu, Polres Kupang, berinisial SB, dilaporkan ke Propam Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) atas dugaan ketidakprofesionalan dalam menjalankan tugas.
Hal tersebut disampaikan pada Jumat, 6 September 2024 malam, setelah SB diduga mengintimidasi saksi dalam kasus pembakaran rumah, pengrusakan, dan pencurian uang gereja senilai Rp24 juta.
Kuasa hukum korban, Bildad Thonak,SH menjelaskan bahwa kasus tersebut terjadi di Desa Camplong 2, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, pada (Sabtu 24/082024).
Menurut Bildad, "perilaku SB sebagai penyidik dinilai tidak pantas, karena saksi yang mereka ajukan dalam penyelidikan justru mendapat perlakuan intimidatif.
"Kami melaporkan oknum SB karena dia tidak menjalankan tugasnya secara profesional. Saksi kami diperiksa lebih dari enam jam, dimarahi secara terus-menerus, bahkan diancam akan dimasukkan ke dalam penjara," Ungkap Bildad Thonak.
Selain itu, Bildad menegaskan bahwa Kapolsek Fatuleu, yang hadir saat kejadian, tidak melakukan apa pun untuk menghentikan intimidasi tersebut.
"Kapolsek hanya membiarkan perlakuan intimidatif itu terjadi tanpa tindakan apa pun," tambahnya.
Bildad juga menilai bahwa tindakan oknum polisi seperti ini telah mencoreng citra kepolisian, terutama karena korban justru diperlakukan tidak adil dalam proses hukum.
Bildad berharap laporan ini akan berujung pada sanksi tegas terhadap SB dan Kapolsek Fatuleu.
"Kami meminta agar SB dan Kapolsek Fatuleu dicopot dari jabatannya. Kami juga mendesak agar kasus ini diambil alih oleh Polres Kupang atau Polda NTT untuk memastikan keadilan bagi korban," tegas Bildad.
Lebih lanjut, Bildad mengungkapkan bahwa peristiwa pembakaran rumah dan pencurian yang dialami kliennya berawal dari segerombolan anak muda yang terpengaruh minuman keras.
Mereka pulang dari pesta dalam keadaan mabuk dan menghancurkan dua rumah milik warga, serta mencuri uang gereja sebesar Rp24 juta.
Mirisnya, hingga kini para pelaku belum ditangkap dan masih bebas berkeliaran.
"Kami menduga ada permainan dari oknum polisi dan pelaku, karena sejak awal laporan kasus ini sudah kacau, dan penyelidikan tidak dilakukan sesuai prosedur," kata Bildad.
Salah satu korban, Yosep Sanam, menceritakan bahwa kejadian tersebut berlangsung pada Sabtu, 24 Agustus 2024, sekitar pukul 17.00.
Saat itu, Yosep bersama keluarganya berada di dalam rumah ketika tiba-tiba terjadi lemparan batu ke arah rumah mereka.
Anak saya sempat keluar untuk melihat, tetapi tidak ada siapa pun. Tiba-tiba sekelompok orang datang sambil berteriak 'mati, mati, bunuh'," tutur Yosep.
Ia menambahkan bahwa dirinya tidak memiliki masalah dengan pelaku, dan menduga kejadian tersebut dipicu oleh pengaruh minuman keras.
Korban lainnya, Jeni Imelda Lasi, yang merupakan majelis gereja, mengungkapkan bahwa saat kejadian dirinya tidak berada di rumah.
"Saya sedang di gereja menyusun laporan untuk dievaluasi. Ketika pulang, rumah saya sudah terbakar dan api sedang menjalar," ujarnya.
Menurut Jeni, para pelaku juga mencuri uang gereja yang disimpan di dalam lemari di rumahnya. "Saat saya pulang, pintu lemari sudah terbuka, uang dan dompet saya hilang," pungkasnya.
Korban masih berharap adanya keadilan dan tindakan tegas dari pihak berwenang terhadap para pelaku dan oknum polisi yang terlibat dalam dugaan intimidasi dan ketidakprofesionalan.
Sumber : WARTATIMOR. COM